The Hunger Games Mockingjay Pin

Translate

0

Polip HIdung

Posted by Unknown on 12.45 in , , , , ,
A.    Definisi
·         Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa). Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.
·         Secara makroskopis polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau ke abu-abuan secara mikroskopis tampak sub mukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit, dan sel plasma yang letaknya berjauhan di pisahkan oleh cairan intra seluler, pembuluh darah, saraf, dan kelenjar sangat sedikit. Polip ini dilapisi oleh epitel thorax berlapis semu.
·         Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003). Jadi polip hidung adalah pembengkakan mukosa hidung yang terisi cairan interselular yang terdorng ke dalam rongga hidung oleh gaya berat (R. Pracy,1983).
B.     Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
·         Alergi terutama rinitis alergi.
·         Sinusitis kronik.
·          Iritasi.
·         Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
C.     Klasifikasi
Polip Hidung terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
·         Polip hidung Tunggal. Jumlah polip hanya sebuah. Berasal dari sel-sel permukaan dinding sinus tulang pipi (maxilla).
·         Polip Hidung Multiple. Jumlah polip lebih dari satu. Dapat timbul di kedua sisi rongga hidung. Pada umumnya berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).
·         Polip koana. Polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring,. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.
D.    Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
E.     Manifestasi Klinis
Pada penyakit polip hidung biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat, sumbatan ini menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Penderita sering mengeluhkan terasa ada masa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman). Gejala lainnya dapat timbul jika terdapat kelainan di organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera penciuma, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman.
Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lender dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lender di dalam sinus. Lender yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering beruara sengau dan bernafas malelui mulutnya.
Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput permukaan yang sembab.
Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tidak lagi simetris, bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lender dan rasa kering yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dan sebagainya. Kesemua keluhan itu tenta saja sangat mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.
Gejala Subjektif:
·         Hidung terasa tersumbat
·         Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)
·         Nyeri kepala
·         Rhinore
·         Bersin
·         Iritasi di hidung (terasa gatal)
·          Post nasal drip
·         Nyeri muka
·         Suara bindeng
·         Telinga terasa penuh
·         Mendengkur
·         Gangguan tidur
·         Penurunan kualitas hidup
Gejala Objektif:
·         Oedema mukosa hidung
·         Submukosa hipertropi dan tampak sembab
·         Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
·         Bertangkai
F.     Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menegakkan diagnosa adanya polip hidung pada seseorang, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti:
a)      Laboratorium: 
Berdasarkan Studi Laboratorium langsung, proses patologis dipercaya bertanggung jawab pada terjadinya polip hidung.
Anak-anak dengan polip hidung yang berhubungan dengan sinusitis alergi perlu mendapatkan evaluasi alergi; yaitu test serological radioalergosorben (RAST) atau test alergi kulit. Mabry dan Marple menunjukkan adanya penurunan kekambuhan polip hidung pada anak-anak yang telah mendapatkan imunoterapi antigen sesuai dengan penyebab alerginya, oleh karena itu, test alergi penting dalam AFS. 
Melakukan test klorida atau test genetik Cystik Fibrosis pada setiap anak dengan polip hidung multipel benigna.
Ditemukannya Eosinofil pada hapusan hidung dapat digunakan untuk membedakan penyakit sinus alergi dan non-alergi serta menandai apakah anak tersebut memberikan respon terhadap glukokortikoid. Ditemukannya neutrofil mengindikasikan adanya sinusitis kronis
b)      CT SCAN
Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk melihat keadaan hidung dan sinus paranasal secara jelas. Apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Pemeriksaan ini terutama diindikasikan untuk kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
Kriteria standar untuk mengevaluasi lesi di hidung, terutama polip hidung atau sinusitis, adalah dengan potongan tipis (1-3 mm) CT scan pada daerah maxillofacial, axis sinus, dan coronal plane. Pengukuran yang benar sehingga menghasilkan CT yang kompatibel sehingga dapat digunakan sebagai gambaran pemandu intraoperative. Gambar foto polos radiology tidak mempunyai nilai penting apabila polip telah terdiagnosa.
c)      Pemeriksaan MRI
Diperlukan pemeriksaan MRI pada pasien apabila dicurigai telah terjadi perluasan intracranial atau perluasan polip hidung benigna. CT dan MRI dapat membantu diagnosa polip hidung; menggambarkan lesi dalam rongga hidung, sinus-sinus, dan membatasi diagnosis diferensial pada polip atau presentasi klinis yang tidak biasa.
Cystik Fibrosis mempunyai suatu karakteristik bulging yang simetris pada sebelah medial dinding lateral hidung.
Suatu polip antral-choanal dapat menunjukkan opacified sinus maxillary disertai penonjolan lesi yang berasal dari antrum maxillary ke koana
Tumor seperti Rhabdomyosarcoma dapat menunjukkan adanya perluasan lesi disertai dengan invasi mukosa sekitarnya.
Kista Duktus Nasolakrimaris dapat menunjukkan adanya dilatasi pada Duktus Nasolakrimaris
Encephalocele dapat menunjukkan ekspansi pada region nasofrontal (foramen caecum) disertai herniasi otak atau dura.
Glioma dapat menunjukkan lesi hidung terisolasi mungkin mempunyai tangkai berserat pada CNS.
Pasien dengan AFS memperlihatkan adanya area heterogen pada sinus-sinus di CT scan dan MRI; area ini terdiri dari polip hidung dan alergic mucin fungal. Allergic Mucin fungal ini terlihat hitam pada MRI. adanya penyakit lain dapat mengacaukan hasil dari pemeriksaan ini.
d)     Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan ini diindikasikan jika ada massa unilateral pada pasien usia lanjut, jika penampakan makroskopis menyerupai keganasan atau bila pada foto roentgen terdapat gambaran erosi tulang.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTfFF1V_CxkKNMDuVPBNJYbm81krKCMKqR9lsQEwRf04ldPoYMoG4PJ1tBerUCVWqgnmG6lg5PAqFKbEnAYKtTkTzaInx23FQxIDvm7GuiFPWm8RYo29dhSkAw5KC7gN9hKDD9d9CB3wI/s200/pol.jpg Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfyqx_poti_bIbcCXNqd-7OnhM0ZDhZJO4OQcFcaz_cJcH_8E5WGYVkgYrhgyyGGZRkFgi1S94OrSp7kPSFwM7kHPy6-WPy-nYtkyujkKU2QGRF2CzlT7KioytLTI1DcUGFoZlKDZy_WQ/s200/por.jpg
Tempat tumbuhnya polip
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3WGPfN8GTjijyipGauaEquUG3XMH6gvw7BdfdFYY1Ek5ik0GaGc5WeDjV6l1Ke6vvKY92wmIjsXvm_NY6l3lWhadh2vJ-Ng3YzkbS3EWNQVUCIT9h4kYKdq0PyjwgfqyHZD2Uw47LccE/s200/por.jpg
            Nassal polyp from two different people
G.    Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi atau menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk polip yang masih kecil (belum memenuhi rongga hidung) yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu singkat. Dapat juga berupa kortikosteroid intranasal yang diberikan selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, maka terapi ini diteruskan sampai polip dan gejalanya hilang. Apabila tidak ada reaksi yang adekuat dari terapi kortikosteroid intranasal maka terapi dapat ditambahkan dengan kortikosteroid sistemik, sehingga pengobatan bersifat kombinasi. Contohnya adalah dengan pemberian Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa.
·         Pemberian steroid oral dan topikal pada hidung merupakan terapi primer untuk polip hidung. Antihistamin, dekongestan, dan cromolyn sodium memberikan sedikit manfaat. Imunoterapi dapat berguna pada rhinitis alergi tetapi bila digunakan sendirian, tidak selalu dapat menghilangkan polip hidung yang ada. Antibiotik diberikan apabila ada superinfeksi bakteri.
·         Kortikosteroid merupakan obat terpilih, baik diberikan secara sistemik maupun topikal. Injeksi langsung pada polip tidak disetujui oleh Food and Drug Administration karena adanya laporan kehilangan penglihatan unilateral pada 3 pasien setelah mendapatkan suntikan steroid intranasal dengan Kenalog. Keamanan penggunaannya tergantung dari ukuran partikel spesifik obat. Bobot molekular yang besar seperti Aristocort sifatnya lebih aman dan lebih sedikit ditransfer ke daerah intracranial. Hindari injeksi langsung dalam pembuluh darah. 
·         Penggunaan steroid oral merupakan terapi medis paling efektive pada polip hidung. Pada orang dewasa, kebanyakan digunakan prednison (30-60 mg) selama 4-7 hari dan kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Dosis bervariasi untuk anak-anak, tetapi dosis maksimum biasanya adalah 1 mg/kg/bb untuk 5-7 hari, kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Respon terhadap kortikosteroid tergantung pada ada atau tidak adanya eosinofilia. Maka pasien dengan polip hidung dan rhinitis alergi atau asma seharusnya berespon terhadap pengobatan ini. 
·         Pasien polip hidung tanpa dominasi eosinofilia (misalnya, pasien-pasien dengan Cystik Fibrosis, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome) mungkin tidak berespon terhadap pengguanaan steroid. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak dianjurkan karena mempunyai banyak efek potensial yang tak diinginkan (misalnya, keterlambatan pertumbuhan, diabetes melitus, hipertensi, efek psikotropik, efek GI, katarak, glaukoma, osteoporosis, dan nekrosis aseptik pada kaput femoris). 
·         Penggunaan steroid topikal untuk polip hidung banyak dianjurkan, baik sebagai pengobatan primer atau sekunder pada pemberian steroid Per Oral atau pembedahan. Steroid hidung (misalnya, fluticasone, beclomethasone, budesonide) efektif untuk menghilangkan gejala-gejala subjektif dan meningkatkan aliran udara ke hidung ketika diukur secara obyektif (terutama pada double-blind plasebo- controlled studies). Beberapa penelitian menyatakan bahwa fluticasone mempunyai onset lebih cepat daripada beclomethasone. 
·         Pemberian kortikosteroid topikal secara umum menyebabkan lebih sedikit efek tak diinginkan dibanding penggunaaan kortikosteroid sistemik karena pembentukan bioavailabilitas yang terbatas. Pada penggunaan jangka panjang, terutama pada dosis tinggi atau pada kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, mempunyai resiko supresi axis hypothalamic-pituitary-adrenal, katarak, keterlambatan pertumbuhan, pendarahan hidung, dan perforasi septum nasal (jarang). 
·         Seperti halnya pengobatan jangka panjang yang lain, perlu dilakukan monitoring penggunaan kortisteroid spray. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dengan pemakaian beclomethasone menunjukkan tidak adanya degradasi epitelium pada epitel normal pernapasan epitelium skuamosa pada rhinitis atrophic kronis. Generasi steroid sistemik yang lebih baru (misalnya, fluticasone, Nasonex) memiliki bioavailibilitas lebih sedikit dibanding steroid hidung sebelumnya, seperti beclomethasone. 
·         Antibiotika juga harus diberikan apabila didapatkan tanda-tanda infeksi. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari. Selain itu, perlu diperhatikan juga pengobatan alergi bila merupakan penyebab timbulnya polip.

Pembedahan:                                                                                     
·         Untuk kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip, dan adanya sinusitis yang menyertai).
·         Intervensi pembedahan diperlukan pada anak-anak dengan polip hidung múltiple benigna atau rhinosinusitis kronis yang gagal dengan pemberian terapi medis maksimum. Polipectomy sederhana secara awal efektif membebaskan gejala-gejala hidung, terutama untuk polip hidung terisolasi atau polip hidung yang kecil. Pada polip hidung multipel benigna, polipectomy memiliki angka kekambuhan yang tinggi.
·         Polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap. 
·         Alat mutakhir saat ini yang digunakan untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.
·         Endoscopic Sinus Surgery (ESS) merupakan teknik yang lebih baik karena tidak hanya mengangkat polip tetapi juga membuka celah dalam meatus media, yaitu daerah yang paling sering membentuk polip, sehingga dapat menurunkan tingkat kekambuhan. Perlu mengetahui luas daerah yang tepat saat pembedahan sehingga dapat dilakukan ekstirpasi secara lengkap (Nasalide prosedur) atau aerasi sederhana pada sinus. Prosedur ekstirpasi lebih efektive daripada aerasi sinus karena komplikasi yang timbul lebih rendah apabila dilakukan oleh ahli bedah. Penggunaan surgical microdebrider membuat prosedur ini lebih cepat dan lebih aman, penyediaan gunting jaringan yang tepat mengurangi hemostasis dengan visualisai yang lebih baik.
·         Pembedahan langsung jaringan yang terlihat pada CT scan saat dilakukan pembedahan. Pasien pasien dengan penyakit seperti CF primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome dapat langsung memulai pembedahan tanpa perlu perawatan medis ekstensive, karena biasanya penyakit ini tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid. Setelah jaringan yang sakit diangkat dari rongga hidung dan sinus, sistem paru-paru biasanya akan membaik. Penggunaan image-guided system memandu untuk mengetahui lokasi yang tepat pada intranasal, sinus, orbital, dan struktur intracranial pada pembedahan atau revisi polip hidung. 
·         Polip hidung terjadi 6-48% pada anak-anak dengan CF. Pembedahan dilakukan apabila anak-anak tersebut menunjukkan gejala simtomatik. Kekambuhan polip hidung pada CF hampir besifat universal, sehingga sering diperlukan pembedahan ulang tiap beberapa tahun, sehingga pasien perlu mendapat konseling preoperative tentang adanya kemungkinan ini. 
·         Untuk lesi selain polip hidung benigna yang menjadi polip hidung, polip tersebut harus di biopsi atau diangkat, tergantung dari proses perjalanan penyakit. 

·         Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari. Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 go go fifirlili All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.